Angka Kemiskinan di Sulut, Naik atau Turun?

Berita, Sulut951 Dilihat

WARTALIDIK, MANADO – – Debat Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Sulawesi Utara (Sulut) yang dilaksanakan pada Rabu, 23 Oktober 2024 di Wale Ne Tou, Tondano, Minahasa, berlangsung menarik. Di debat kedua ini yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut, masing-masing pasangan calon (paslon) tidak sekadar menyampaikan visi misi dan menjawab pertanyaan. Masing-masing kandidat yakni paslon nomor urut 1 Yulius Silvanus-Victor Mailangkay, paslon nomor urut 2 Elly E. Lasut-Hanny J. Pajouw dan paslon nomor urut 3 Steven O. E. Kandouw-A. Denny Tuejeh, terlibat dalam adu argumen. Tak hanya pertanyaan kritis yang dilontarkan para kandidat di debat yang disaksikan secara langsung oleh warga Bumi Nyiur Melambai. Tapi juga pernyataan-pernyataan kritis.

Ada satu pernyataan kritis yang disampaikan oleh E2L-sapaan Elly E. Lasut-terkait tema kemiskinan di Sulut. Dengan dengan jelas dan tegas, E2L mempertanyakan kenapa kemiskinan di Sulut terus naik padahal Anggaran Belanja Daerah (APBD) Sulut cukup banyak setiap tahun. Pernyataan itu diarahkannya kepada Steven-sapaan akrabnya. Pasalnya, suami dari Kartika Devi Tanos ini adalah incumbent. Selama dua periode, Steven menjabat sebagai Wagub Sulut mendampingi Gubernur Olly Dondokambey.
Kembali ke pertanyaan sekaligus pernyataan soal kemiskinan di Sulut.

Apakah benar kemiskinan di Sulut naik? Pertanyaan ini memantik pertanyaan lanjutan. Apakah perbandingan dan parameter kenaikan angka kemiskinan? Agar tidak salah informasi perlulah untuk dijelaskan lebih detail soal kemiskinan. Kenapa perlu dan penting? Ini bukan hanya soal angka kemiskinan yang naik, stagnan atau turun. Tapi lebih dari itu. Angka kemiskinan merupakan salah satu indikator resmi untuk mengukur kinerja pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Pemerintah termasuk Pemprov Sulut akan dinilai berhasil, salah satunya apabila mampu mengimplementasikan visi dan misi dan merealisasikan program-program termasuk pengentasan kemiskinan.

Sederhananya apabila angka kemiskinan terus naik sejak awal memimpin Sulut, berarti Olly-Steven dapat dikategorikan gagal. Begitu juga sebaliknya, apabila angka kemiskinan turun, berarti bisa dikatakan berhasil. Namun capaian ini hanya 1 dari sekian banya indikator.

Tabel Angka Kemiskinan di Sulut per Tahun (Maret)
Tahun Jumlah Persentase
2015. 208,54 8,65
2016 202,82 8,34
2017 198,88 8,10
2018. 193,31 7,80
2019 191,70 7,66
2020. 192,37 7,62
2021 196,35 7,77
2022 185,14 7,28
2023 189,00 7,38
2024 186,85. 7,25

Apalagi di periode pertama dan periode kedua, pengentasan kemiskinan menjadi salah satu program prioritas. Makanya di awal memimpin di periode pertama, Olly mencanangkan Gerakan Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (OD-SK). Pencanangan itu bukan tanpa alasan. Pada saat dilantik di awal tahun 2015, angka kemiskinan saat itu mencapai 8,65 persen dan penduduk miskin di Sulut berjumlah 208 ribuan. Jika mengikuti mengikuti alur berpikir E2L, bisa berarti sejak tahun tahun 2015, persentase angka kemiskinan akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Apakah argumen tersebut benar? Atau justru salah.

Acuan resmi untuk mengukur tingkat dan angka kemiskinan di suatu daerah adalah data yang diterbitkan Bada Pusat Statistik (BPS). Setiap tahun BPS melansir persentase dan jumlah penduduk miskin di kabupaten dan kota, provinsi dan Tingkat nasional. Apa hasilnya?

Jika memperhatikan data tahunan yang dipublikasikan BPS, sejak tahun 2015 persentase angka kemiskinan terus turun. Persentase ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk miskin di Sulut. Di periode pertama Olly-Steven memimpin, angka kemiskinan terus turun. Di akhir periode pertama atau tahun 2020, persentase angka kemiskinan 7,62 persen. Justru di periode pertama inilah, persentase angka kemiskinan bisa turun 1 digit dibandingkan angka kemiskinan tahun 2015. Sebuah pencapaian yang tidak gampang dan seharusnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Apalagi di akhir periode pertama tersebut, Sulut dan daerah-daerah lainnya juga sempat dilanda bencana alam non alam yakni pandemi Covid-19.

Di periode kedua memimpin, Olly-Steven diperhadapkan pada situasi yang sulit. Di satu sisi harus beradaptasi dengan pandemi Covid, sekaligus juga harus memulihkan perekonomian yang sempat terpuruk. Pada saat keduanya dilantik pada awal 2021, persentase angka kemiskinan 7,77 persen atau naik dibandingkan tahun 2020 yakni 7,62 persen. Namun, kenaikan ini bisa dimaklumi lantaran fenomena ini secara signifikan disebabkan karena pandemi Covid-19. Semua provinsi mengalami hal yang sama termasuk secara nasional maupun global. Walau pun demikian, jika dibandingkan dengan provinsi di Pulau Sulawesi sejak tahun 2015 hingga 2020, angka kemiskinan di Sulut paling rendah. Termasuk selalu berada di bawah angka kemiskinan nasional yaitu berada di kisaran 7,51-8,98 persen.

Kondisi di atas berbanding lurus dengan situasi perekonomian. Di Sulut termasuk di provinsi-provinsi lainnya mengamalami pertumbuhan negatif. Perekonomian Sulut bertumbuh negatif di angka -0,99. Selain terjadi di daerah-daerah lain dan secara nasional, pertumbuhan negatif itu paling kecil dibandingkan provinsi lainnya di pulau Sulawesi.

Tabel Persentase Penduduk Miskin Se-Sulawesi (2023)

Provinsi Persentase
Sulut 7,25
Sulteng 11,77
Sulsel 8,06
Sultra 11,21
Gorontalo 14,57
Sulbar 11,21
Indonesia 9,03
Sumber: BPS

Di tahun 2021, angka kemiskinan adalah 7,77 persen. Jika dibandingkan dengan tahun 2020 yakni 7,62 %, berarti terjadi penambahan sebanyak 0,15 persen. Kendati terjadi peningkatan, namun berdasarkan data Susenas Maret 2021, persentase penduduk miskin di Sulut, masih di bawah persentase penduduk miskin nasional sebesar 10,14 persen dan paling rendah dibandingkan provinsi lain di Pulau Sulawesi. Kondisi itu sejalan dengan perekonomian yang berhasil bangkit dengan bertumbuh positif pada tahun 2021 yakni 4,16 persen. Pencapaian ini bahkan mendapatkan apresiasi dari BPS. Olly Dondokambey menerima langsung penghargaan dari Kepala BPS pada 20 Agustus 2021. Apalagi di tahun 2021, yakni triwulan pertama, pertumbuhan perekonomian Sulut sempat mencapai 8,49 persen year on year.
Di tahun 2022, persentase angka kemiskinan Sulut turun menjadi 7,28 persen. Angka ini juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata persentase angka kemiskinan nasional sebesar 9,71 persen. Juga masih terendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi di Sulawesi.

Pergerakan angka kemiskinan per tahun sempat melandai dan fluktuatif. Pada tahun 2023, berdasarkan data yang dilansir dari BPS, angka kemiskinan yakni 7,38 persen. Kendati sedikit mengalami kenaikan, persentase masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata persentase angka kemiskinan nasional sebesar 9,71 persen. Juga masih lebih rendah dari daerah lain seperti Provinsi Gorontalo yang sebesar 15,15 persen dan Sulteng yang sebesar 12,41 persen.

Bagaimana data di tahun 2024? Tahun terakhir Olly-Steven menjabat sebagai top eksekutif di Sulut. Berdasarkan data yang dirilis BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 7,25 persen. Persentase ini turun 0,13 poin terhadap Maret 2023. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 186,85 ribu orang, atau berkurang 2,2 ribu orang terhadap Maret 2023 yang berjumlah 189 ribu. Sedangkan, persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 sebesar 4,75 persen, turun sebesar 0,16 persen dibandingkan Maret 2023. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 10,38 persen, turun menjadi 10,35 persen pada Maret 2024.

Di 2024 ini, angka kemiskinan Sulut seperti tahun-tahun sebelumnya tetap paling rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi. Termasuk jauh di bawah angka kemiskinan Indonesia. Jika angka kemiskinan 2024 dibandingkan dengan tahun 2021, sebagai tahun awal memimpin di periode kedua, persentase angka kemiskinan menurun termasuk jumlah penduduk miskin. Dibandingkan juga dengan tahun 2015, penurunan jelas sangat kentara.

Jika data yang dirilis BPS tersebut benar dan memang benar, apakah adil jika disebut bahwa angka kemiskinan di Sulut terus bertambah? Apakah benar sejak tahun 2015 dibandingkan tahun 2024, angka kemiskinan bertambah? Atau sejak tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2024? Jika melihat angka-angka di atas pernyataan E2L tidak benar.

Bahwa Pemprov Sulut sama seperti pemerintah kabupaten dan kota serta pemerintah pusat, terus menggalakkan upaya pengentasan kemiskinan termasuk kemiskinan ekstrim, itu di satu sisi. Bahwa masih ada kekurangan di sana-sini, harus diakui dan kiranya bisa maklumi, nobody perfect. Tapi di sisi lain, tekad dan kerja keras dari Olly-Steven tak bisa diabaikan atau dipandang sebelah mata. Termasuk pencapaian keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan pantaslah diberi apresiasi sedikit. Cukuplah berkata, terima kasih!.(*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *